Wednesday, July 27, 2016

Hadis-hadis Sahih Fadilat-fadilat Surah Al-Ikhlas.

HADITS-HADITS YANG MENERANGKAN KEUTAMAAN SURAT AL-IKHLAS

ŰšِŰłْمِ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ Ű§Ù„Ű±َّŰ­ْمَنِ Ű§Ù„Ű±َّŰ­ِيْمِ
قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„َّهُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ {1} Ű§Ù„Ù„َّهُ Ű§Ù„Ű”َّمَŰŻُ {2} لَمْ يَلِŰŻْ وَلَمْ يُولَŰŻْ {3} وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُÙˆŰ§ً ŰŁَŰ­َŰŻٌ {4}‏

Katakanlah : Dialah Allah, Yang Maha Esa. (1)
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. (2)
Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, (3)
dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia (4).
Sebagaimana sudah dijelaskan pada tafsir terdahulu

KEUTAMAAN SURAT AL IKHLASH SECARA UMUM

1. Hadits A’isyah Radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

ŰŁَنَّ Ű§Ù„Ù†َّŰšِيَّ ŰšَŰčَŰ«َ ۱َŰŹُÙ„Ű§ً Űčَلَى Űłَ۱ِيَّŰ©ٍ، وَكَŰ§Ù†َ يَقْ۱َŰŁُ Ù„ŰŁَŰ”ْŰ­َِۧۚهِ فِي Ű”َÙ„Ű§َŰȘِهِ، فَيَŰźْŰȘِمُ Űšِـ قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ، فَلَمَّۧ ۱َŰŹَŰčُÙˆŰ§، Ű°َكَ۱ُÙˆŰ§ Ű°َلِكَ لِلنَّŰšِيِّ ، فَقَŰ§Ù„َ: ((Űłَلُوْهُ، Ù„ŰŁَيِّ ŰŽَيْŰĄٍ يَŰ”ْنَŰčُ Ű°َلِكَ؟))، فَŰłَŰŁَلُوْهُ، فَقَŰ§Ù„َ: Ù„ŰŁَنَّهَۧ Ű”ِفَŰ©ُ Ű§Ù„Ű±َّŰ­ْمَنِ، وَŰŁَنَۧ ŰŁُŰ­ِŰšُّ ŰŁَنْ ŰŁَقْ۱َŰŁَ Űšِهَۧ، فَقَŰ§Ù„َ Ű§Ù„Ù†َّŰšِيُّ : ((ŰŁَŰźْŰšِ۱ُوْهُ ŰŁَنَّ Ű§Ù„Ù„Ù‡َ يُŰ­ِŰšُّهُ)).

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang kepada sekelompok pasukan, dan ketika orang itu mengimami yang lainnya di dalam shalatnya, ia membaca, dan mengakhiri (bacaannya) dengan قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ, maka tatkala mereka kembali pulang, mereka menceritakan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau pun bersabda: “Tanyalah ia, mengapa ia berbuat demikian?” Lalu mereka bertanya kepadanya. Ia pun menjawab: “Karena surat ini (mengandung) sifat ar Rahman, dan aku mencintai untuk membaca surat ini,” lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Beritahu dia, sesungguhnya Allah pun mencintainya”.[1]

2. Hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :

كَŰ§Ù†َ ۱َŰŹُلٌ مِنَ Ű§Ù„ŰŁَنْŰ”َۧ۱ِ يَŰ€ُمُّهُمْ فِي مَŰłْŰŹِŰŻِ قُŰšَۧۥٍ، وَكَŰ§Ù†َ كُلَّمَۧ ِۧفْŰȘَŰȘَŰ­َ Űłُوْ۱َŰ©ً يَقْ۱َŰŁُ Űšِهَۧ لَهُمْ فِي Ű§Ù„Ű”َّÙ„Ű§َŰ©ِ مِمَّۧ يَقْ۱َŰŁُ Űšِهِ، ِۧفْŰȘَŰȘَŰ­َ قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ، Ű­َŰȘَّى يَفْ۱َŰșَ مِنْهَۧ. Ű«ُمَّ يَقْ۱َŰŁُ Űłُوْ۱َŰ©ً ŰŁُŰźْ۱َى مَŰčَهَۧ، وَكَŰ§Ù†َ يَŰ”ْنَŰčُ Ű°َلِكَ فِي كُلِّ ۱َكْŰčَŰ©ٍ. فَكَلَّمَهُ ŰŁَŰ”ْŰ­َُۧۚهُ، فَقَŰ§Ù„ُÙˆŰ§: Ű„ِنَّكَ ŰȘَفْŰȘَŰȘِŰ­ُ ŰšِهَŰ°ِهِ Ű§Ù„Űłُّوْ۱َŰ©ِ، Ű«ُمَّ Ù„Ű§َ ŰȘَ۱َى ŰŁَنَّهَۧ ŰȘُŰŹْŰČِŰŠُكَ Ű­َŰȘَّى ŰȘَقْ۱َŰŁَ ŰšِŰŁُŰźْ۱َى، فَŰ„ِمَّۧ ŰȘَقْ۱َŰŁُ Űšِهَۧ، وَŰ„ِمَّۧ ŰŁَنْ ŰȘَŰŻَŰčَهَۧ وَŰȘَقْ۱َŰŁَ ŰšِŰŁُŰźْ۱َى. فَقَŰ§Ù„َ: مَۧ ŰŁَنَۧ ŰšِŰȘَۧ۱ِكِهَۧ، Ű„ِنْ ŰŁَŰ­ْŰšَŰšْŰȘُمْ ŰŁَنْ ŰŁَŰ€ُمَّكُمْ ŰšِŰ°َلِكَ فَŰčَلْŰȘُ، وَŰ„ِنْ كَ۱ِهْŰȘُمْ ŰȘَ۱َكْŰȘُكُمْ. وَكَŰ§Ù†ُÙˆŰ§ يَ۱َوْنَ ŰŁَنَّهُ مِنْ ŰŁَفْ۶َلِهِمْ، وَكَ۱ِهُÙˆŰ§ ŰŁَنْ يَŰ€ُمَّهُمْ Űșَيْ۱ُهُ. فَلَمَّۧ ŰŁَŰȘَŰ§Ù‡ُمْ Ű§Ù„Ù†َّŰšِيُّ n ŰŁَŰźْŰšَ۱ُوْهُ Ű§Ù„ŰźَŰšَ۱َ، فَقَŰ§Ù„َ: ((يَۧ فُÙ„Ű§َنُ، مَۧ يَمْنَŰčُكَ ŰŁَنْ ŰȘَفْŰčَلَ مَۧ يَŰŁْمُ۱ُكَ Űšِهِ ŰŁَŰ”ْŰ­َُۧۚكَ؟ وَمَۧ يَŰ­ْمِلُكَ Űčَلَى لُŰČُوْمِ هَŰ°ِهِ Ű§Ù„Űłُّوْ۱َŰ©ِ فِي كُلِّ ۱َكْŰčَŰ©ٍ؟)) فَقَŰ§Ù„َ: Ű„ِنِّي ŰŁُŰ­ِŰšُّهَۧ، فَقَŰ§Ù„َ: ((Ű­ُŰšُّكَ Ű„ِيَّŰ§Ù‡َۧ ŰŁَŰŻْŰźَلَكَ Ű§Ù„ْŰŹَـنَّŰ©َ)).

“Seseorang (sahabat) dari al Anshar mengimami (shalat) mereka (para shahabat lainnya) di Masjid Quba. Setiap ia membuka bacaan (di dalam shalatnya), ia membaca sebuah surat dari surat-surat (lainnya) yang ia (selalu) membacanya. Ia membuka bacaan surat di dalam shalatnya dengan قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ, sampai ia selesai membacanya, kemudian ia lanjutkan dengan membaca surat lainnya bersamanya. Ia pun melakukan hal demikan itu di setiap raka’at (shalat)nya. (Akhirnya) para sahabat lainnya berbicara kepadanya, mereka berkata: “Sesungguhnya engkau membuka bacaanmu dengan surat ini, kemudian engkau tidak menganggap hal itu telah cukup bagimu sampai (engkau pun) membaca surat lainnya. Maka, (jika engkau ingin membacanya) bacalah surat itu (saja), atau engkau tidak membacanya dan engkau (hanya boleh) membaca surat lainnya”. Ia berkata: “Aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian suka untuk aku imami kalian dengannya, maka aku lakukan. Namun, jika kalian tidak suka, aku tinggalkan kalian,” dan mereka telah menganggapnya orang yang paling utama di antara mereka, sehingga mereka pun tidak suka jika yang mengimami (shalat) mereka adalah orang selainnya. Sehingga tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka, maka mereka pun menceritakan kabar (tentang itu), lalu ia (Nabi) bersabda: “Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk melakukan sesuatu yang telah diperintahkan para sahabatmu? Dan apa pula yang membuatmu selalu membaca surat ini di setiap raka’at (shalat)?” Dia menjawab,”Sesungguhnya aku mencintai surat ini,” lalu Rasulullah n bersabda: “Cintamu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga”.[2]

HADITS YANG MENJELASKAN SURAT AL IKHLASH SEBANDING DENGAN SEPERTIGA AL QUR`AN

1. Hadits Abu Sa’id al Khudri Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

ŰŁَنَّ ۱َŰŹُÙ„Ű§ً ŰłَمِŰčَ ۱َŰŹُÙ„Ű§ً يَقْ۱َŰŁُ: قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ يُ۱َŰŻِّŰŻُهَۧ، فَلَمَّۧ ŰŁَŰ”ْŰšَŰ­َ ŰŹَۧۥَ Ű„ِلَى ۱َŰłُوْلِ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ ، فَŰ°َكَ۱َ Ű°َلِكَ لَهُ، وَكَŰŁَنَّ Ű§Ù„Ű±َّŰŹُلَ يَŰȘَقَŰ§Ù„ُّهَۧ، فَقَŰ§Ù„َ ۱َŰłُوْلُ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ : ((وَŰ§Ù„َّŰ°ِيْ نَفْŰłِيْ ŰšِيَŰŻِهِ، Ű„ِنَّهَۧ لَŰȘَŰčْŰŻِلُ Ű«ُلُŰ«َ Ű§Ù„Ù‚ُ۱ْŰąÙ†ِ.

“Sesungguhnya seseorang mendengar orang lain membaca قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ dengan mengulang-ulangnya, maka tatkala pagi harinya, ia mendatangi Rasulullah n dan menceritakan hal itu kepadanya, dan seolah-olah orang itu menganggap remeh surat itu, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sesungguhnya surat itu sebanding dengan sepertiga al Qur`an”.[3]

2. Hadits Abu Sa’id al Khudri Radhiyallahu ‘anhu pula, ia berkata:

قَŰ§Ù„َ Ű§Ù„Ù†َّŰšِيُّ Ù„ŰŁَŰ”ْŰ­َِۧۚهِ: ((ŰŁَيُـŰčْŰŹِŰČُ ŰŁَŰ­َŰŻُكُمْ ŰŁَنْ يَقْ۱َŰŁَ Ű«ُلُŰ«َ Ű§Ù„Ù‚ُ۱ْŰąÙ†ِ فِي لَيْلَŰ©ٍ))، فَÙ€ŰŽَقَّ Ű°َلِكَ Űčَلَيْهِمْ، وَقَŰ§Ù„ُÙˆŰ§: ŰŁَيُّـنَۧ يُŰ·ِيْقُ Ű°َلِكَ يَۧ ۱َŰłُوْلَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ؟ فَقَŰ§Ù„َ: ((Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ Ű§Ù„ÙˆَِۭۧŰŻُ Ű§Ù„Ű”َّمَŰŻُ، Ű«ُلُŰ«ُ Ű§Ù„Ù‚ُ۱ْŰąÙ†ِ)).

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para sahabatnya: “Apakah seseorang dari kalian tidak mampu membaca sepertiga al Qur`an dalam satu malam (saja)?” Hal itu membuat mereka keberatan, (sehingga) mereka pun berkata: “Siapa di antara kami yang mampu melalukan hal itu, wahai Rasulullah?” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allahul Wahidush Shamad (surat al Ikhlash, Red), (adalah) sepertiga al Qur`an”.[4]

3. Hadits Abu ad Darda` Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

Űčَنِ Ű§Ù„Ù†َّŰšِيِّ قَŰ§Ù„َ: ((ŰŁَيَـŰčْŰŹِŰČُ ŰŁَŰ­َŰŻُكُمْ ŰŁَنْ يَقْ۱َŰŁَ فِي لَيْلَŰ©ٍ Ű«ُلُŰ«َ Ű§Ù„Ù‚ُ۱ْŰąÙ†ِ؟))، قَŰ§Ù„ُوْۧ: وَكَيْفَ يَقْ۱َŰŁُ Ű«ُلُŰ«َ Ű§Ù„Ù‚ُ۱ْŰąÙ†ِ؟ قَŰ§Ù„َ: ((قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ ŰȘَŰčْŰŻِلُ Ű«ُلُŰ«َ Ű§Ù„Ù‚ُ۱ْŰąÙ†ِ)).

“Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda: “Apakah seseorang dari kalian tidak mampu membaca dalam satu malam (saja) sepertiga al Qur`an?” Mereka pun berkata: “Dan siapa (di antara kami) yang mampu membaca sepertiga al Qur`an (dalam satu malam, Red)?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ sebanding dengan sepertiga al Qur`an.”[5]

4. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

قَŰ§Ù„َ ۱َŰłُوْلُ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ : ((ِۧŰ­ْŰŽِŰŻُوْۧ فَŰ„ِنِّي ŰłَŰŁَقْ۱َŰŁُ Űčَلَيْكُمْ Ű«ُلُŰ«َ Ű§Ù„Ù‚ُ۱ْŰąÙ†ِ))، فَŰ­َŰŽَŰŻَ مَنْ Ű­َŰŽَŰŻَ، Ű«ُمَّ Űźَ۱َŰŹَ نَŰšِيُّ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ فَقَ۱َŰŁَ: قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ، Ű«ُمَّ ŰŻَŰźَلَ، فَقَŰ§Ù„َ ŰšَŰčْ۶ُنَۧ لِŰšَŰčْ۶ٍ: Ű„ِنِّي ŰŁَ۱َى هَŰ°َۧ ŰźَŰšَ۱ٌ ŰŹَۧۥَهُ مِنَ Ű§Ù„Űłَّمَۧۥِ، فَŰ°َŰ§Ùƒَ Ű§Ù„َّŰ°ِي ŰŁَŰŻْŰźَلَهُ، Ű«ُمَّ Űźَ۱َŰŹَ نَŰšِيُّ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ فَقَŰ§Ù„َ: ((Ű„ِنِّي قُلْŰȘُ لَكُمْ ŰłَŰŁَقْ۱َŰŁُ Űčَلَيْكُمْ Ű«ُلُŰ«َ Ű§Ù„Ù‚ُ۱ْŰąÙ†ِ، ŰŁَÙ„Ű§َ Ű„ِنَّهَۧ ŰȘَŰčْŰŻِلُ Ű«ُلُŰ«َ Ű§Ù„Ù‚ُ۱ْŰąÙ†ِ)).

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berkumpullah kalian, karena sesungguhnya aku akan membacakan kepada kalian sepertiga al Qur`an,” maka berkumpullah orang yang berkumpul, kemudian Nabiyullah Shallallahu ‘alaihi wa asllam keluar dan membaca قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ (surat al Ikhlash, Red), kemudian beliau masuk (kembali). Maka sebagian dari kami berkata kepada sebagian yang lain: “Sesungguhnya aku menganggap hal ini kabar (yang datang) dari langit, maka itulah pula yang membuat beliau masuk (kembali),” lalu Nabiyullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan bersabda: “Sesungguhnya aku telah berkata kepada kalian akan membacakan sepertiga al Qur`an. Ketahuilah, sesungguhnya surat itu sebanding dengan sepertiga al Qur`an”.[6]

Dan masih banyak lagi hadits-hadits lainnya yang semakna dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas, seperti hadits Abu Ayyub al Anshari Radhiyallahu ‘anhu[7],

Abu Mas’ud al Anshari Radhiyallahu ‘anhu [8], dan lain-lain.[9]

MEMBACA SURAT AL IKHLASH DAPAT MENJADI PENYEBAB MASUK SURGA

1. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

ŰŁَقْŰšَلْŰȘُ مَŰčَ ۱َŰłُوْلِ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ ، فَŰłَمِŰčَ ۱َŰŹُÙ„Ű§ً يَقْ۱َŰŁُ قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ. Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ Ű§Ù„Ű”َّمَŰŻُ، فَقَŰ§Ù„َ ۱َŰłُوْلُ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ : ((وَŰŹَŰšَŰȘْ))، قُلْŰȘُ: وَمَۧ وَŰŹَŰšَŰȘْ؟ قَŰ§Ù„َ: ((Ű§Ù„ŰŹَـنَّŰ©ُ)).

“Aku datang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau mendengar seseorang membaca:

قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ. Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ Ű§Ù„Ű”َّمَŰŻُ

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Telah wajib,” aku bertanya: “Apa yang wajib?” Beliau bersabda, “(Telah wajib baginya) surga.”[10]

SURAT AL IKHLASH -DENGAN IZIN ALLAH MELINDUNGI ORANG YANG MEMBACANYA, JIKA DIBACA BERSAMA SURAT AL FALAQ DAN AN NAAS

1. Hadits Uqbah bin ‘Amir al Juhani Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

Űšَيْنَۧ ŰŁَنَۧ ŰŁَقُوْŰŻُ Űšِ۱َŰłُوْلِ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ ۱َِۭۧلَŰȘَهُ فِي ŰșَŰČْوَŰ©ٍ، Ű„ِŰ°ْ قَŰ§Ù„َ: ((يَۧ ŰčُقْŰšَŰ©ُ، قُلْ!))، فَۧ۳ْŰȘَمَŰčْŰȘُ، Ű«ُمَّ قَŰ§Ù„َ: ((يَۧ ŰčُقْŰšَŰ©ُ، قُلْ!))، فَۧ۳ْŰȘَمَŰčْŰȘُ، فَقَŰ§Ù„َهَۧ Ű§Ù„Ű«َّŰ§Ù„ِŰ«َŰ©َ، فَقُلْŰȘُ: مَۧ ŰŁَقُوْلُ؟ فَقَŰ§Ù„َ: قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ فَقَ۱َŰŁَ Ű§Ù„Űłُّوْ۱َŰ©َ Ű­َŰȘَّى ŰźَŰȘَمَهَۧ، Ű«ُمَّ قَ۱َŰŁَ قُلْ ŰŁَŰčُوْŰ°ُ Űšِ۱َŰšِّ Ű§Ù„Ùَلَقِ، وَقَ۱َŰŁْŰȘُ مَŰčَهُ Ű­َŰȘَّى ŰźَŰȘَمَهَۧ، Ű«ُمَّ قَ۱َŰŁَ قُلْ ŰŁَŰčُوْŰ°ُ Űšِ۱َŰšِّ Ű§Ù„Ù†َّۧ۳ِ، فَقَ۱َŰŁْŰȘُ مَŰčَهُ Ű­َŰȘَّى ŰźَŰȘَمَهَۧ، Ű«ُمَّ قَŰ§Ù„َ: ((مَۧ ŰȘَŰčَوَّŰ°َ ŰšِمِŰ«ْلِهِنَّ ŰŁَŰ­َŰŻٌ)).

“Tatkala aku menuntun kendaraan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah peperangan, tiba-tiba beliau berkata: “Wahai Uqbah, katakana,” aku pun mendengarkan, kemudian beliau berkata (lagi): “Wahai Uqbah, katakana,” aku pun mendengarkan. Dan beliau mengatakannya sampai tiga kali, lalu aku bertanya: “Apa yang aku katakan?” Beliau pun bersabda: “Katakan قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ”, lalu beliau membacanya sampai selesai. Kemudian beliau membaca قُلْ ŰŁَŰčُوْŰ°ُ Űšِ۱َŰšِّŰ§Ù„Ùَلَقِ, aku pun membacanya bersamanya hingga selesai. Kemudian beliau membaca قُلْ ŰŁَŰčُوْŰ°ُ Űšِ۱َŰšِّ Ű§Ù„Ù†َّۧ۳ِ, aku pun membacanya bersamanya hingga selesai. Kemudian beliau bersabda: “Tidak ada seorang pun yang berlindung (dari segala keburukan) seperti orang orang yang berlindung dengannya (tiga surat) tersebut”.[11]

KEUTAMAAN SURAT AL IKHLASH, JIKA DIBACA BERSAMA SURAT AL FALAQ DAN AN NAAS KETIKA SESEORANG HENDAK TIDUR

1. Hadits A’isyah Radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

ŰŁَنَّ Ű§Ù„Ù†َّŰšِيَّ كَŰ§Ù†َ Ű„ِŰ°َۧ ŰŁَوَى Ű„ِلَى فِ۱َۧێِهِ كُلَّ لَيْلَŰ©ٍ ŰŹَمَŰčَ كَفَّيْهِ، Ű«ُمَّ نَفَŰ«َ فِيْهِمَۧ، فَقَ۱َŰŁَ فِيْهِمَۧ قُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ، وَ قُلْ ŰŁَŰčُوْŰ°ُ Űšِ۱َŰšِّ Ű§Ù„Ùَلَقِ، وَ قُلْ ŰŁَŰčُوْŰ°ُ Űšِ۱َŰšِّ Ű§Ù„Ù€Ù†َّۧ۳ِ، Ű«ُمَّ يَمْŰłَŰ­ُ Űšِهِمَۧ مَۧ ۧ۳ْŰȘَŰ·َۧŰčَ مِنْ ŰŹَŰłَŰŻِهِ، يَŰšْŰŻَŰŁُ Űšِهِمَۧ Űčَلَى ۱َŰŁْŰłِهِ وَوَŰŹْهِهِ وَمَۧ ŰŁَقْŰšَلَ مِنْ ŰŹَŰłَŰŻِهِ، يَفْŰčَلُ Ű°َلِكَ Ű«َÙ„Ű§َŰ«َ مَ۱َّۧŰȘٍ.

Sesungguhnya apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin merebahkan tubuhnya (tidur) di tempat tidurnya setiap malam, beliau mengumpulkan ke dua telapak tangannya, kemudian beliau sedikit meludah padanya sambil membaca surat “Qul Huwallahu Ahad” dan “Qul A’udzu bi Rabbin Naas” dan “Qul A’udzu bi Rabbil Falaq,” kemudian (setelah itu) beliau mengusapkan ke dua telapak tangannya ke seluruh tubuhnya yang dapat beliau jangkau. Beliau memulainya dari kepalanya, wajahnya, dan bagian depan tubuhnya. Beliau melakukannya sebanyak tiga kali.[12]

ORANG YANG BERDOA DENGAN MAKNA SURAT AL IKHLASH INI, IA AKAN DIAMPUNI DOSA-DOSANYA DENGAN IZIN ALLAH

1. Hadits Mihjan bin al Adru’ Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

ŰŁَنَّ ۱َŰłُوْلَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ ŰŻَŰźَلَ Ű§Ù„Ù…َŰłْŰŹِŰŻَ، Ű„ِŰ°َۧ ۱َŰŹُلٌ قَŰŻْ قَ۶َى Ű”َÙ„Ű§َŰȘَهُ وَهُوَ يَŰȘَŰŽَهَّŰŻُ، فَقَŰ§Ù„َ: َۧللَّهُمَّ Ű„ِنِّي ŰŁَŰłْŰŁَلُكَ يَۧ َۧللهُ ŰšِŰŁَنَّكَ Ű§Ù„ÙˆَِۭۧŰŻُ Ű§Ù„ŰŁَŰ­َŰŻُ Ű§Ù„Ű”َّمَŰŻُ Ű§Ù„َّŰ°ِي لَمْ يَلِŰŻْ وَلَمْ يُوْلَŰŻْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُÙˆŰ§ً ŰŁَŰ­َŰŻٌ، ŰŁَنْ ŰȘَŰșْفِ۱َ لِي Ű°ُنُوْŰšِي، Ű„ِنَّكَ ŰŁَنْŰȘَ Ű§Ù„Űșَفُوْ۱ُ Ű§Ù„Ű±َّŰ­ِيْمُ، فَقَŰ§Ù„َ ۱َŰłُوْلُ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ : ((قَŰŻْ Űșُفِ۱َ لَهُ))، Ű«َÙ„Ű§ًَ۫ۧ.

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid, tiba-tiba (ada) seseorang yang telah selesai dari shalatnya, dan ia sedang bertasyahhud, lalu ia berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta (kepadaMu) bahwa sesungguhnya Engkau (adalah) Yang Maha Esa, Yang bergantung (kepadaMu) segala sesuatu, Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara denganNya, ampunilah dosa-dosaku, (karena) sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh ia telah diampuni (dosa-dosanya),” beliau mengatakannya sebanyak tiga kali.[13]

2. Hadits Buraidah bin al Hushaib al Aslami Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

ŰŁَنَّ ۱َŰłُوْلَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ ŰłَمِŰčَ ۱َŰŹُÙ„Ű§ً يَقُوْلُ: َۧللَّهُمَّ Ű„ِنِّي ŰŁَŰłْŰŁَلُكَ ŰŁَنِّي ŰŁَŰŽْهَŰŻُ ŰŁَنَّكَ ŰŁَنْŰȘَ Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ Ù„Ű§َ Ű„ِلَهَ Ű„ِÙ„Ű§َّ ŰŁَنْŰȘَ Ű§Ù„ŰŁَŰ­َŰŻُ Ű§Ù„Ű”َّمَŰŻُ Ű§Ù„َّŰ°ِيْ لَمْ يَلِŰŻْ وَلَمْ يُوْلَŰŻْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُÙˆŰ§ً ŰŁَŰ­َŰŻٌ، فَقَŰ§Ù„َ: ((لَقَŰŻْ ŰłَŰŁَلْŰȘَ Ű§Ù„Ù„Ù‡َ ŰšِŰ§Ù„Ű§ِŰłْمِ Ű§Ù„َّŰ°ِي Ű„ِŰ°َۧ ŰłُŰŠِلَ Űšِهِ ŰŁَŰčْŰ·َى، وَŰ„ِŰ°َۧ ŰŻُŰčِيَ Űšِهِ ŰŁَŰŹََۧۚ)).

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seseorang berkata: “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepadaMu, bahwa diriku bersaksi sesungguhnya Engkau (adalah) Allah yang tidak ada ilah yang haq disembah kecuali Engkau Yang Maha Esa, Yang bergantung (kepadaMu) segala sesuatu, Yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara denganNya,” kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dirimu telah meminta kepada Allah dengan namaNya, yang jika Ia dimintai dengannya (pasti akan) memberi, dan jika Ia diseru dengannya, (pasti akan) mengabulkannya”.[14]

Demikian sebagian hadits-hadits shahih yang menerangkan keutamaan-keutamaan surat al Ikhlash yang mulia ini. Dan masih banyak hadits-hadits lainnya yang menerangkan keutamaan-keutamaan surat ini, namun kebanyakan dha’if (lemah), atau bahkan maudhu’ (palsu). Sehingga, cukuplah bagi kita hadits-hadits yang shahih saja tanpa hadits-hadits yang dha’if, terlebih lagi yang maudhu’.
Billahit taufiq.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Tanda Kaki.

[1]. HR al Bukhari, 6/2686 no. 6940; Muslim, 1/557 no. 813; dan lain-lain.

[2]. HR al Bukhari, 1/268 no. 741; at Tirmidzi, 5/169 no. 2901; Ahmad, 3/141 no. 12455; dan lain-lain.

[3]. HR al Bukhari, 4/1915 no. 4726, 6/2449 no. 6267, 6/2685 no. 6939; Abu Dawud, 2/72 no. 1461; an Nasaa-i, 2/171 no. 995; dan lain-lain.

[4]. HR al Bukhari, 4/1916 no. 4727.

[5]. HR Muslim, 1/556, no. 811; Ahmad, 6/442, no. 27535; dan lain-lain.

[6]. HR Muslim, 1/557, no. 812; at Tirmidzi, 5/168 no. 2900; dan lain-lain.

[7]. HR at Tirmidzi, 5/167 no. 2896; an Nasaa-i, 2/171 no. 996; Ahmad, 5/418 no. 23593; dan lain-lain. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani di dalam Shahih al Jami’, 2663 dan Shahih at Targhib wa at Tarhib, 2/197 no. 1481.

[8]. HR Ahmad, 4/122 no. 17147; dan lain-lain. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani di dalam Shahih al Jami’, 4404.

[9]. Lihat Tafsir al Qur`an al ‘Azhim, 8/520-523.

[10]. HR at Tirmidzi, 5/167 no. 2897; an Nasaa-i, 2/171 no. 994; dan lain-lain. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani di dalam Shahih at Tirmidzi, Shahih an Nasaa-i, Shahih at Targhib wa at Tarhib
(2/196 no. 1478), dan kitab-kitab beliau lainnya. Lihat pula hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu pada sub judul Keutamaan Surat al Ikhlash Secara Umum.

[11]. HR an Nasaa-i, 8/251 no. 5430-5431; dan lain-lain. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani di dalam Shahih an Nasaa-i.

[12]. HR al Bukhari, 4/1916 no. 4729; Abu Dawud, 4/313 no. 5056; dan lain-lain.

[13]. HR Abu Dawud, 1/259 no. 985; an Nasaa-i, 3/52 no. 1301; Ahmad, 4/338 no. 18995; dan lain-lain. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani di dalam Shahih Abi Dawud dan Shahih an Nasaa-i. Lihat pula Shifat Shalat Nabi, hlm. 186.

[14]. HR Abu Dawud, 2/79 no. 1493; at Tirmidzi, 5/515 no. 3475; Ibnu Majah, 2/1267 no. 3857; Ahmad, 5/349 no. 23002, 5/350 no. 23015, 5/360 no. 23091; dan lain-lain. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani di dalam Shahih Abi Dawud, Shahih at Tirmidzi, Shahih Ibnu Majah, Shahih at Targhib wa at Tarhib (2/280 no. 1640).

[15]. Lihat Tafsir al Qur`an al ‘Azhim, 8/518-527; al Jami’ li Ahkam al Qur`an (20/227-232) dan ad Durr al Mantsur, 8/669-682.

Oleh : Abu Abdillah Arief B. bin Usman Rozali


Thursday, May 5, 2016

Israk Dan Mikraj Daripada Hadis-hadis Sahih

Israk & Mikraj : Antara Ketulenan Wahyu & Cerita Yang 'Sengaja' Ditambah.

OLEH USTAZ SYIHABUDIN AHMAD

1.Peristiwa Israk mikraj
Peristiwa Israk mikraj adalah sebuah cerita yang benar lagi sahih. Peristiwa yang menunjukkan bukti kenabian Nabi Muhammad saw. Ia dikuatkan dengan ayat al-Quran dan hadis sahih dalam darjat yang tertinggi. Tiada seorangpun Muslim yang mengingkari peristiwa itu kerana ia adalah ujian dalam menentukan pendirian umat Islam. Siapa yang tidak percaya, maka dia telah menjadi kafir.
Sebahagian orang ada mengatakan bahawa Israk disebut di dalam al-Quran, namun Mikraj hanya disebutkan dalam hadis. Maka penulisan ini akan berusaha menunjukkan bukti salah faham itu.
Apa yang lebih mendukacitakan apabila wujudnya para penceramah dan tukang cerita yang sengaja menambah-nambah cerita yang sebenarnya tidak ada di dalam kisah Israk Mikraj, sehingga mencacatkan kisah ini dari sudut akademik.

2. Istilah
Israk membawa maksud perjalanan Nabi saw di bumi dalam masa yang sangat singkat iaitu sebahagian dari satu malam sahaja dari Masjidil Haram, Mekah ke Masjidl Aqsa, Palestin. Manakala Mikraj pula ialah perjalanan dari alam dunia ke sidaratul muntaha (langit) kemudian kembali semula ke Masjidl Haram, Mekah.
Kedua-dua peristiwa ini berlaku dalam satu malam sahaja. Ia tidak berlaku dalam mimpi, tetapi ia berlaku dalam keadaan Nabi saw berjaga. Jika Nabi melakukan perjalanan dalam keadaan mimpi, maka ia bukanlah satu mukjizat yang pelik. Bahkan, para penentang Islam juga tidak akan ambil cakna dalam isu ini.

3. Ayat al-Quran berkaitan al-Israk dan al-Mikraj
1)  Surah Al-Isra’ : 1
  
"1. Maha suci Allah yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjid Al-Haraam (di Makkah) ke Masjid Al-Aqsa (di Palestin), yang Kami berkati sekelilingnya, untuk memperlihatkan kepadanya tanda-tanda (kekuasaan dan kebesaran) Kami. Sesungguhnya Allah jualah Yang Maha Mendengar, lagi Maha mengetahui."

Penjelasan : Ayat al-Quran ini menjadi bukti yang paling kukuh dalam menyatakan peristiwa Israk itu benar-benar berlaku dalam satu malam sahaja. Ia juga menjelaskan bahawa Israk ini adalah salah satu dari mukjizat Nabi Muhammad saw. Maka, mukjizat itu tidak menjadi mukjizat jika ia hanya berlaku dalam mimpi sahaja. Ia pasti berlaku ketika Nabi Muhammad saw sedar.

2)Surah Al-Isra’ : 60
   
"60. dan (ingatlah) ketika Kami wahyukan kepadamu (Wahai Muhammad), bahawa sesungguhnya Tuhanmu meliputi akan manusia (dengan ilmu-Nya dan kekuasaan-Nya); dan tiadalah Kami menjadikan pandangan (pada malam Mikraj) yang telah Kami perlihatkan kepadamu melainkan sebagai satu ujian bagi manusia; dan (demikian juga Kami jadikan) pokok yang dilaknat di dalam Al-Quran; dan Kami beri mereka takut (dengan berbagai-bagai amaran) maka semuanya itu tidak menambahkan mereka melainkan dengan kekufuran yang melampau."

Penjelasan : Ayat ke 60 ini menjadi bukti bahawa kejadian Mikraj juga disebutkan di dalam al-Quran. Ia menjadi bukti yang menguatkan hadis-hadis yang saya akan kemukakan kemudian bahawa Nabi Muhammad saw diperlihatkan dengan pelbagai kejadian aneh yang menambahkan keimanan dalam peristiwa Mikraj. Hanya orang beriman sahaja yang akan percaya peristiwa ini, manakala golongan kafir dan munafik akan menunjukkan kekufuran yang jelas nyata.

4. Hadis sahih berkaitan Israk dan Mikraj

Saya tidak berhajat untuk menyebutkan kesemua hadis sahih berkaitan peristiwa Israk dan Mikraj, tetapi saya berikan hadis yang lengkap dan paling sahih tentang peristiwa ini.

1. HR Muslim : 429. Kitab Iman, Bab Israk Rasul dan Kewajipan Solat.

Imam Muslim merekodkan: Syaiban bin Farruj menceritakan kepadaku daripada Hammad bin Salamah, daripada Sabit bin al-Bunani, daripada Anas bin Malik bahawa Rasulullah berkata:
Aku telah didatangi al-Buraq - Iaitu seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keldai tetapi lebih kecil dari baghal. Ia merendahkan tubuhnya sehinggalah perut al-Buraq tersebut mencecah bumi.-

Tanpa membuang masa, aku terus menungganginya sehinggalah sampai ke Baitul Maqdis. Lalu aku mengikatnya pada tiang masjid sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para Nabi. Sejurus kemudian aku masuk ke dalam masjid dan mendirikan solat sebanyak dua rakaat. Setelah selesai aku terus keluar, secara tiba-tiba aku didatangi dengan semangkuk arak dan semangkuk susu oleh Jibril a.s. Aku memilih susu. Lalu Jibril a.s berkata: Engkau telah memilih fitrah.

Lalu Jibril a.s membawaku naik ke langit. Ketika Jibril a.s meminta agar dibukakan pintu, kedengaran suara bertanya: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Lalu dibukakan pintu kepada kami. Ketika itu aku bertemu dengan Nabi Adam a.s, beliau menyambutku serta mendoakan aku dengan kebaikan.

Seterusnya aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Isa ibnu Mariam dan Yahya bin Zakaria, mereka berdua menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.
Aku dibawa lagi naik langit ketiga. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Yusuf a.s ternyata dia telah dikurniakan sebahagian dari keindahan. Dia terus menyambut aku dan mendoakan aku dengan kebaikan.

Aku dibawa lagi naik ke langit keempat. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Idris a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Firman Allah s.w.t Yang bermaksud: Dan kami telah mengangkat ke tempat yang tinggi darjatnya.

Aku dibawa lagi naik ke langit kelima. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Harun a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.

Aku dibawa lagi naik ke langit keenam. Jibril a.s meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Musa a.s dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan.

Aku dibawa lagi naik ke langit ketujuh. Jibril a.s meminta supaya dibukakan. Kedengaran suara bertanya lagi: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Muhammad. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah dia telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, dia telah diutuskan. Pintu pun dibukakan kepada kami. Ketika aku bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari memuatkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar mereka tidak kembali lagi kepadanya. 

Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar umpama telinga gajah manakala buahnya pula sebesar tempayan. Ketika aku merayau-rayau meninjau kejadian Allah s.w.t, aku dapati kesemuanya aneh-aneh. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya.

Lalu Allah SWT memberikan wahyu kepada aku dengan mewajibkan solat lima puluh waktu sehari semalam. Tatakala aku turun dan bertemu Nabi Musa a.s, dia bertanya: Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? Aku menjawab: Solat lima puluh waktu. Nabi Musa a.s berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan kerana umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencuba Bani Israil dan memberitahu mereka. 

Lalu aku kembali kepada Tuhanku dan berkata: Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku. Lalu Allah SWT mengurangkan sehingga lima waktu solat.

Aku kembali kepada Nabi Musa a.s dan berkata: Allah telah mengurangkan lima waktu solat dariku. Nabi Musa a.s berkata: Umatmu masih tidak mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi. 

Aku tak henti-henti berulang-alik antara Tuhan dan Nabi Musa a.s, sehinggalah Allah s.w.t berfirman Yang bermaksud: Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan hanyalah lima waktu sehari semalam. Setiap solat fardu diganjarkan dengan sepuluh ganjaran. Oleh yang demikian, bererti lima waktu solat fardu sama dengan lima puluh solat fardu.

Begitu juga sesiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, nescaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya sesiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, nescaya tidak sesuatu pun dicatat baginya. Seandainya dia melakukannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya. 

Lalu aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa a.s, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih lagi berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Baginda menyahut: Aku terlalu banyak berulang alik kepada Tuhan, sehingga menyebabkan aku malu kepada-Nya.
Nota : Hadis yang mempunyai kandungan serupa direkodkan juga oleh al-Bukhari dalam bab Mikraj, no 3800.

Hadis Sahih yang berkaitan juga boleh di dapti dalam rekod berikut : Al-Bukhari: 3394, 3437, 4709, 5576, 5603. Muslim : 272. Ahmad: 512. 

2.  Muslim: 448. Kitab Iman, Bab Memperingati al-Masih Ibnu Maryam dan al-Masih ad-Dajjal

Aku telah merenung diriku di hijr Ismail, orang-orang Quraisy bertanya kepadaku mengenai perjalanan malamku (pada waktu isra’ dan mi’raj, pent). Mereka menanyakan beberapa perkara mengenai Baitul Maqdis yang belum aku ketahui dengan pasti sehingga aku pun merasakan kesusahan yang sama sekali belum pernah aku rasakan sebelumnya. Maka Allah pun mengangkatnya untukku agar aku dapat melihatnya. Dan tidaklah mereka menanyakan kepadaku melainkan aku pasti akan menjawabnya. 

Aku telah melihat diriku bersama sekumpulan para Nabi. Dan tiba-tiba aku diperlihatkan Nabi Musa yang sedang berdiri melaksanakan solat, ternyata dia adalah seorang lelaki yang kekar dan berambut keriting, seakan-akan orang bani Syanuah. Aku juga diperlihatkan Isa bin Maryam yang juga sedang berdiri melaksanakan sholat. Urwah bin Mas’ud As-Tsaqafi adalah manusia yang paling mirip dengannya. 

Telah diperlihatkan pula kepadaku Nabi Ibrahim yang juga sedang berdiri melaksanakan solat, orang yang paling mirip denganya adalah sahabat kalian ini; yakni diri baginda sendiri. 

Ketika waktu solat telah masuk, akupun mengimami mereka semua. Dan seusai melaksanakan solat, ada seseorang berkata, ‘Wahai Muhammad, ini adalah malaikat penjaga api neraka, berilah salam kepadanya! ‘ Maka akupun menoleh kepadanya, namun ia segera mendahuluiku memberi salam.

Penjelasan : Hadis ini menjelaskan bahawa kaum Quraisy bertanya Nabi saw berkenaan peristiwa Israk dan Mikraj. Lalu baginda dapat menceritakan dengan jelas kisah tersebut apabila Allah memberi kurniaan ingatan dengan diperlihatkan semula kejadian tersebut.

Hujah yang jelas yang telah saya sebutkan di atas menjadi bukti kewujudan peristiwa Israk dan Mikraj. Bahkan, sebagai umat Islam kita hendaklah mempercayainya dengan sebulat hati. Ia termasuk dalam mempercayai perkara-perkara ghaib yang disampaikan oleh Rasulullah saw. 

5. Cerita Palsu berkenaan Israk Mikraj 

Dalam kesempatan yang singkat ini, saya mengambil beberapa kisah yang sering diceritakan dan disebarkan ketika Israk dan Mikraj. Tetapi sandarannya sangat lemah, atau tiada sandaran langsung.
Saya jadikan kisah-kisah yang didapati dari sebaran internet sebagai panduan.

1. Jibril Tidak boleh Menemani Rasulullah

“… Akhirnya Rasulullah Saw sampai di satu tempat yang tidak pernah seorang pun manusia sampai ke situ walaupun dia seorang Rasul dan Nabi. Kemudian Rasululah Saw melalui satu kawasan yang Malaikat pun tidak pernah sampai kesitu kecuali Jibril. Sampai di satu tempat Jibril meminta Rasulullah Saw bergerak ke hadapan dan dia berkata: "Kalau aku ke hadapan walaupun selangkah, aku akan terbakar”

Apabila dikaji, kisah ini terdapat dalam rekod Ibnu Hibban dalam kitab beliau “Al-Majruhin – pengkelasan orang yang ditolak dalam periwayatan.” (11/3).

Dalam hadis tersebut dinyatakan sanad hadis di atas: - Disampaikan kepadaku oleh Muhammad bin Badwisat an-Nasawi bahawa Humaid bin Zinjawaih meriwayatkan daripada Muhammad bin Abi Khidasy al-Musily, daripada Ali bin Qutaibah daripada Maisarah bin Abdur Rabbihi, daripada Umar bin Sulaiman ad-Dimasyqi, daripada Adh-Dhahaq, daripada Ibnu Abbas berkata…

Imam Ibnu Hibban berkata : Kecacatan hadis ini adalah Maisarah bin Abdur Rabbihi al-Farisi adalah salah seorang dari penduduk Dauraq. Dia sering menyampaikan hadis yang palsu yang disandar kepada orang yang kukuh periwayatannya. Dia memalsukan hadis lalu disandarkan kepada orang yang dipercayai bagi menggalakkan orang untuk melakukan kebaikan dan menjauhi kejahatan. Tidak halal menulis hadis daripada melainkan untuk mengambil iktibar akan perbuatannya..

Imam al-Bukhari menyebutkan tentang Maisarah bin Abdur Rabbihi dalam kitabnya Ad-Dhu`afa as-Shoghir : Maisarah dihujani dengan label penipu. 

Imam an-Nasaie pula berkata dalam bukunya Ad-Dhu`afa’ al-Matrukin: Maisarah bin Abdur Rabbihi adalah seorang yang ditinggalkan penyampaian hadisnya. 

Justeru itu, kisah ini tertolak kerana wujud pemalsuan. Pemalsu kisah ini juga dengan sengaja memalsukan hadis dengan tujuan baik. Bahkan itulah kebiasaan manusia yang baik tapi tiada ilmu, maka mereka menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah untuk mencapai kebaikan yang lain.
Kisah-kisah yang dibawah ini juga berada di dalam hadis yang sama, cumanya saya pecahkan kerana mahu memecahkan kepada perbahasan yang boleh memberi manfaat. insyaAllah.

2. Peristiwa Israk dan Mikraj berlaku pada bulan 27 Rejab. 

Tarikh kalender Hijrah tidak pernah ada pada zaman Nabi saw. Ia dicipta selepas Nabi saw wafat. Bahkan, orang Arab dahulu sangat suka bermain-main dengan tarikh. Seandainya tarikh 27 Rejab itu adalah tarikh mulia bagi umat Islam, nescaya para sahabat telah mengingatinya. Apa yang penting dalam kisah Israk Mikraj ialah peristiwa yang berlaku, bukanlah waktu dan tarikhnya. 

Justeru itu tidak ada satu ketetapan bahawa peristiwa ini berlaku pada 27 Rejab. Para Ulama berbeza pendapat dalam menentukan waktu berlakunya Israk dan Mikraj. 

1. Dikatakan peristiwa ini berlaku semasa tahun Allah SWT mengurniakan kenabian kepada Nabi saw. Ini adalah pendapat Imam at-Tobari.

2. Dikatakan peristiwa ini berlaku selepas 5 tahun Nabi SAW diutuskan sebagai Rasul. Ini adalah pendapat yang dirajehkan oleh Imam an-Nawawi dan al-Qurtubi..

3. Dikatakan peristiwa ini berlaku semasa malam ke dua puluh tujuh daripada bulan Rejab, iaitu dalam tahun ke sepuluh kenabian.

4. Dikatakan berlaku pada 16 bulan sebelum tempoh berlakunya hijrah, iaitu dalam bulan Ramadan pada tahun ke dua belas kenabian.

5. Dikatakan berlaku pada setahun dua bulan sebelum tempoh berlakunya hijrah, iaitu dalam bulan Muharram pada tahun ke 13 kenabian.

6. Dikatakan juga berlaku pada setahun sebelum tempoh berlakunya hijrah, iaitu dalam bulan Rabi’ al-Awwal pada tahun ke sepuluh kenabian.

Tiga pendapat pertama di atas ditolak. Ini kerana, isteri Nabi SAW iaitu Saidatina Khadijah wafat dalam bulan Ramadan pada tahun ke sepuluh kenabian. Sedangkan para ulama hadis telah bersepakat bahawa ibadah solat difardukan selepas daripada kewafatan Saidatina Khadijah iaitu semasa peristiwa Israk dan Mikraj.

3. Melihat dunia dalam keadan wanita yang telah tua.

Cerita ini direkodkan dalam Tafsir at-Tobari (6/15), al-Baihaqi dalam Dalail, dan Ibnu Kathir dalam Tafsirnya (5/3). Lalu mereka berkata, ‘Dalam sebahagian lafaznya terdapat sesuatu yang tidak dapat diterima dan pelik.
Hadis ini dikategori sebagai lemah yang tiada penguat kerana penyampai cerita ini iaitu Abdul Rahman bin Hashim adalah seorang yang tidak dikenali biografinya dalam dunia hadis. Ia tidak boleh dibuat hujah.

4. Kaum yang sedang bertanam dan terus menuai hasil tanaman mereka. 

Menurut cerita, apabila dituai, hasil (buah) yang baru keluar semula seolah-olah belum lagi dituai. Hal ini berlaku berulang-ulang. Rasulullah dibertahu oleh Jibrail : Itulah kaum yang berjihad “Fisabilillah” yang digandakan pahala kebajikan sebanyak 700 kali ganda bahkan sehingga gandaan yang lebih banyak.

Ibnu Kathir mengulas hadis ini dalam kitab Tafsirnya, “Hadis ini sebahagian lafaznya sangat ganjil dan pelik… seolah-olah ia adalah kumpulan hadis yang berbeza-beza atau berlaku ketika mimpi dan tidak berlaku ketika peristiwa Israk Mikraj.”

5. Sekumpulan orang yang sedang memecahkan kepala mereka. 

Setiap kali dipecahkan, kepala mereka sembuh kembali, lalu dipecahkan pula. Demikian dilakukan berkali-kali. Jibrail memberitahu Rasulullah: Itulah orang-orang yang berat kepala mereka untuk sujud (sembahyang).

Cerita ini tidak berlaku ketika peristiwa Mikraj, tetapi ia diperlihatkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad dalam mimpi baginda. Ia boleh dirujuk dalam Sahih al-Bukhari, no 7074.
Hadisnya berbunyi, “..semalam aku bermimpi bahawa telah datang kepadaku dua tetamu, mereka mengajakku keluar dan berkata kepadaku: “mari jalan”, lalu akupun pergi bersama keduanya, lalu kami mendatangi seorang yang lagi berbaring terlentang dan seorang lagi berdiri sambil memegang sebongkah batu, ia melemparkan batu tersebut ke kepalanya (orang yang berbaring terlentang tadi), batu tadi akhirnya memecahkan kepalanya…… Adapun orang yang memecahkan kepalanya dengan batu ialah orang yang mengambil al-Quran kemudian membuangnya lalu tidur dari mengerjakan solat yang wajib.”

6. Sekumpulan orang yang hanya menutup kemaluan mereka (qubul dan dubur) dengan secebis kain. 

Mereka dihalau seperti binatang ternakan. Mereka makan bara api dan batu dari neraka Jahannam. Kata Jibrail : Itulah orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat harta mereka.

Cerita ini juga tidak berlaku ketika Mikraj, tetapi berlaku di dalam mimpi Nabi saw sepertimana yang direkod oleh al-Bukhari, no. 7074.

7.      Satu kaum, lelaki dan perempuan, yang memakan daging mentah yang busuk sedangkan daging masak ada di sisi mereka. 

Kata Jibrail: Itulah lelaki dan perempuan yang melakukan zina sedangkan lelaki dan perempuan itu masing-masing mempunyai isteri / suami.

- Lihat penjelasan di bawah.

8. Satu kaum yang sedang menggunting lidah dan bibir mereka dengan penggunting besi berkali-kali. 

Setiap kali digunting, lidah dan bibir mereka kembali seperti biasa. Kata Jibrail: Itulah orang yang membuat fitnah dan mengatakan sesuatu yang dia sendiri tidak melakukannya.

Ibnu Kathir mengulas hadis ke 7 dan 8 ini dalam kitab Tafsirnya, “Hadis ini sebahagian lafaznya sangat ganjil dan pelik… seolah-olah ia adalah kumpulan hadis yang berbeza-za atau berlaku ketika mimpi dan tidak berlaku ketika peristiwa Israk Mikraj.”

Kata Adz-Dzahabi, “Hadis ini munkar (palsu) yang menyerupai cerita-cerita dari panglipulara. Ia diberitahu untuk disampaikan cerita (yang menarik), bukan untuk dijadikan hujah.”

9. Melihat kaum bibirnya laksana unta.

Kisahnya berbunyi, Rasulullah SAW bersabda: Pada malam aku di-Israkkan oleh Allah, aku melihat kaum yang bibirnya laksana bibir unta. Dan sesungguhnya ada malaikat yang diserahi tugas menarik bibir mereka. Kemudian mulut mereka itu diisi dengan batu yang besar dan nanti akan keluar dari punggung mereka. Lalu aku (Muhammad) bertanya: “Wahai Jibril, siapakah itu?” Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan harta anak yatim dengan zalim.”

Cerita ini direkod dalam beberapa kitab tafsir. Malangnya ia adalah suatu hadis yang sangat lemah menurut penilaian Syeikh al-Albani sekalipun azab tersebut disebut dalam surah an-Nisa` ayat 10. Apa yang nyata adalah azab tersebut tidak dilihat oleh Rasulullah ketika Mikraj, tetapi ia adalah peringatan al-Quran yang sangat jelas.

Pembohongan Atas Nama agama dengan ‘sengaja’

Apabila meneliti sebahagian hadis-hadis yang telah saya nyatakan di dalam penulisan ini, saya dapati ramai penceramah dan pendakwah suka menyebarkan sesuatu yang tidak dikaji kesahihannya terlebih dahulu. Akhirnya mereka menyebarkan penipuan demi penipuan atas nama Rasulullah saw.
Berhati-hatilah dengan sebarang kata-kata kita, kerana Nabi saw pernah mengingatkan, 

Ű„ِنَّ كَŰ°ِŰšًۧ Űčَلَيَّ لَيْŰłَ كَكَŰ°ِŰšٍ Űčَلَى ŰŁَŰ­َŰŻٍ مَنْ كَŰ°َŰšَ Űčَلَيَّ مُŰȘَŰčَمِّŰŻًۧ فَلْيَŰȘَŰšَوَّŰŁْ مَقْŰčَŰŻَهُ مِنَ Ű§Ù„Ù†َّۧ۱ِ

Sesungguhnya berdusta ke atasku (menggunakan namaku) bukanlah seperti berdusta ke atas orang lain (menggunakan nama orang lain). Sesiapa yang berdusta ke atasku dengan sengaja, maka siaplah tempat duduknya dalam neraka”.
(HR al-Bukhari: 1291)

Apa yang terbaik buat kita ialah kita cuma berbicara pada perkara yang kita tahu kesahihannya sahaja. Manakala sesuatu yang menarik tetapi tidak diketahui kesahihannya sangatlah berbehaya untuk disebarkan. 

Dr. Muhammad Asri berkata, “Mungkin ada pembaca hadis palsu merasakan mereka tidak bersalah, sebab mereka hanya memetik daripada buku-buku mereka baca yang memuatkan hadis-hadis palsu. Maka mereka merasakan mereka hanya menyebarkan, maka tidak patut dipersalahkan. Mereka lupa penyebar hadis palsu sama ada menerusi ucapan atau tulisan, dia dalam masa yang sama sebenarnya menipu orang lain apabila menyandar sesuatu perkara kepada Nabi SAW tanpa bukti yang sah. Pendengar akan terpedaya lalu mengamalkan perkara yang dianggapnya daripada Nabi saw, sedang ia bukan seperti yang disangkakan.”

ÙˆŰ§Ù„Ù„Ù‡ ŰȘŰčŰ§Ù„Ù‰ ŰŁŰčلم ŰšŰ§Ù„Ű”ÙˆŰ§Űš

Wednesday, May 4, 2016

Buku Soal Jawab Agama Edisi 1


Tuesday, May 3, 2016

Buku Soal Jawab Agama Edisi 1

Assalamualaikum warahmatulahi wabarakatuh,

Sahabat-sahabat yang di rahmati Allah SWT,

Saya telah menyiapkan sebuah buku Soal Jawab Agama Edisi 1, berbentuk E-Book, sebahagian daripada soal jawab agama di facebook dan grup tanya ustaz yang telah saya berikan jawapan. Terdapat 100 soalan beserta jawapannya sebanyak 286 halaman

Saudara dan saudari yang berhajat bolehlah hubungi saya dan soal jawab ini akan di hantar melalui e-mail.

Saya akan cuba menyiapkan edisi ke 2 dan seterusnya sehingga semua soal jawab agama tersebut dapat di bukukan dan memudahkan untuk rujukan. Saya sangat mengalu-alukan teguran dan nasihat daripada saudara dan saudari untuk memperbaiki buku ini untuk kebaikan bersama.

Saya mohon maaf jika terdapat banyak kekurangan di dalam buku ini, dan kerjasama saudara dan saudari memberikan sokongan sangat di hargai dan di ucapkan jutaan terima kasih.

Wassalam.

Abu Basyer.


Monday, May 2, 2016

Hadis-hadis Rasulullah SAW Tentang Kelebihan Bersedekah

Berikut adalah lapan buah hadis, diantara hadis-hadis Rasulullah SAW. tentang kelebihan bersedekah, mudah-mudahan dengan menghayatinya memberikan galakan kepada kita semua untuk rajin bersedekah.

Hadis-1

Maksudnya : "Orang yang mengusahakan bantuan (pertolongan) bagi janda dan orang miskin ibarat berjihad dijalan Allah dan ibarat orang solat malam. Ia tidak merasa lelah dan ia juga ibarat orang berpuasa yang tidak pernah berbuka." (Hadis Riwayat: Imam Bukhari)

Hadis-2

Maksudnya : "Barangsiapa ingin doanya terkabul dan dibebaskan dari kesulitannya hendaklah dia mengatasi (menyelesaikan) kesulitan orang lain". (Hadis Riwayat: Imam Ahmad)

Hadis-3

Maksudnya : "Bentengilah hartamu dengan zakat, ubati orang-orang sakit (dari kalanganmu) dengan Bersedekah dan persiapkan doa untuk menghadapi datangnya bencana". 
(Hadis Riwayat: Imam Ath-Thabrani)

Hadis-4

Maksudnya : "Tiap muslim wajib Bersedekah. Para sahabat bertanya, "Bagaimana kalau dia tidak memiliki sesuatu?" Nabi SAW. menjawab, "Bekerja dengan keterampilan tangannya untuk kemanfaatan bagi dirinya lalu Bersedekah." Mereka bertanya lagi. Bagaimana kalau dia tidak mampu?" Nabi menjawab: "Menolong orang yang memerlukankan yang sedang teraniaya" Mereka bertanya: "Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?" Nabi menjawab: "Menyuruh berbuat ma'ruf." Mereka bertanya: "Bagaimana kalau dia tidak melakukannya?" Nabi SAW. menjawab, "Mencegah diri dari berbuat kejahatan itulah sedekah."  (Hadis Riwayat: Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Hadis-5 

Maksudnya : "Orang yang membatalkan pemberian (atau meminta kembali) sedekahnya adalah seperti anjing yang makan kembali muntahannya. " (Hadis Riwayat: Imam Bukhari)

Hadis-6

Maksudnya : "Barangsiapa diberi Allah harta dan tidak menunaikan zakatnya kelak pada hari kiamat dia akan dibayang-bayangi dengan seekor ular bermata satu di tengah dan punya dua lidah yang melilitnya. Ular itu mencengkam kedua rahangnya seraya berkata, "Aku hartamu, aku pusaka simpananmu." Kemudian nabi s.a.w. membaca firman Allah surat Ali Imran ayat 180: "Dan janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka bahawa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi." 
(Hadis Riwayat: Imam Bukhari)

Hadis-7

Maksudnya : "Abu Dzarr R.a. berkata bahawa beberapa sahabat Rasulullah SAW. berkata, "Ya Rasulullah, orang-orang yang banyak hartanya memperoleh lebih banyak pahala. Mereka solat sebagaimana kami solat dan berpuasa sebagaimana kami berpuasa dan mereka boleh bersedekah dengan kelebihan harta mereka." Nabi SAW  lalu berkata, "Bukankah Allah telah memberimu apa yang dapat kamu sedekahkan? Tiap-tiap ucapan Tasbih adalah sedekah, Takbir sedekah, Tahmid sedekah, Tahlil sedekah, Amar Makruf sedekah, Nahi Mungkar sedekah, Berjimak dengan isteri pun sedekah." Para sahabat lalu bertanya, "Apakah memuaskan nafsu syahwat mendapat pahala?" Nabi menjawab, "Tidakkah kamu mengerti bahawa kalau dipuaskan nafsu syahwat di tempat yang haram bukankah itu berdosa? Begitu pula kalau syahwat diletakkan di tempat halal, maka dia memperoleh pahala." (Hadis Riwayat: Imam Muslim)

Hadis-8 

Maksudnya : "Tiap-tiap amalan makruf (kebajikan) adalah sedekah. Sesungguhnya di antara amalan makruf ialah berjumpa kawan dengan wajah ceria (senyum) dan mengurangi isi baldi mu untuk diisikan ke mangkuk kawan mu." (Hadis Riwayat: Imam Ahmad)

Tuesday, April 19, 2016

Doa Perlindungan Dan Penyembuhan Daripada Penyakit Daripada Hadis-hadis Sahih

Ada banyak doa perlindungan dan penyembuhan dari penyakit  dalam Al-Qur’an dan hadits. Berikut ini sebagian di antaranya yang boleh dibaca oleh pesakit yang sakit, orang yang menziarahi pesakit yang sakit dan doktor yng memberikan rawatan kepada pesakit.

Doa pertama

Dari Aisyah radhiyallahu ‘Anha berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam biasa membacakan doa pelindungan kepada sebagian mereka (sahabatnya), baginda mengusap orang tersebut dengan tangan kanan baginda lalu baginda membacakan doa:

«ŰŁَŰ°ْهِŰšِ Ű§Ù„Űšَۧ۳َ ۱َŰšَّ Ű§Ù„Ù†َّۧ۳ِ، وَۧێْفِ ŰŁَنْŰȘَ Ű§Ù„ŰŽَّŰ§Ùِي، Ù„Ű§َ ŰŽِفَۧۥَ Ű„ِلَّۧ ŰŽِفَۧۀُكَ، ŰŽِفَۧۥً Ù„Ű§َ يُŰșَۧۯِ۱ُ Űłَقَمًۧ»

“Hilangkanlah penyakit wahai Rabb manusia dan berilah kesembuhan, sesungguhnya Engkau adalah Maha Menyembuhkan, tidak ada kesembuhan kecuali dengan kesembuhan dari-Mu, (berilah) kesembuhan sepenuhnya yang tidak menyisakan penyakit.”

(HR.Bukhari no. 5750 dan Muslim no. 2191, lafal ini adalah lafal Bukhari.)

Adapun lafal Muslim adalah dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Jika salah seorang di antara kami ada yang sakit, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengusapnya dengan tangan kanan baginda lalu baginda membacakan doa:”…” (seperti doa di atas)

Doa kedua

Dari Abdurrahman bin Saib anak saudara Maimunah Al-Hilaliyah radhiyallahu ‘anha bahawasanya Maimunah bertanya kepadanya, “Wahai anak saudaraku, mahukah apabila aku bacakan kepadamu doa kesembuhan yang biasa dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam?” Abdurrahman menjawab, “Tentu.” Maimunah berkata:

ŰšِŰłْمِ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ ŰŁَ۱ْقِيكَ، وَŰ§Ù„Ù„Ù‡ُ يَŰŽْفِيكَ، مِنْ كُلِّ ŰŻَۧۥٍ فِيكَ، ŰŁَŰ°ْهِŰšِ Ű§Ù„ْŰšَۧ۳َ ۱َŰšَّ Ű§Ù„Ù†َّۧ۳ِ، وَۧێْفِ ŰŁَنْŰȘَ Ű§Ù„ŰŽَّŰ§Ùِي، لَۧ ŰŽَŰ§Ùِيَ Ű„ِلَّۧ ŰŁَنْŰȘَ

“Dengan nama Allah aku membacakan doa kesembuhan untukmu, Allah-lah Yang menyembuhkanmu, dari segala penyakit yang ada padamu. Hilangkanlah penyakit wahai Rabb manusia dan berilah kesembuhan, sesungguhnya Engkau adalah Maha Menyembuhkan, tidak ada yang mampu memberi kesembuhan kecuali Engkau.”(HR. Ahmad no. 26281, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 10860, Ibnu Hibban no. 6095, Ath-Thahawi dalam Syarh Ma’ani Al-Atsar, 4/329 dan Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath no. 3318. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata: Hadits ini shahih li-ghairi)

Doa ketiga

Membacakan surat Al-Falaq, An-Nas, Al-Fatihah atau doa-doa perlindungan lainnya dan mengusapkannya ke anggota badan yang sakit

Űčَنْ ŰčَۧۊِŰŽَŰ©َ: «ŰŁَنَّ Ű§Ù„Ù†َّŰšِيَّ Ű”َلَّى Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ Űčَلَيْهِ وَŰłَلَّمَ كَŰ§Ù†َ Ű„ِŰ°َۧ ۧێْŰȘَكَى يَقْ۱َŰŁُ Űčَلَى نَفْŰłِهِ ŰšِŰ§Ù„ْمُŰčَوِّŰ°َۧŰȘِ، وَيَنْفُŰ«ُ، فَلَمَّۧ ۧێْŰȘَŰŻَّ وَŰŹَŰčُهُ كُنْŰȘُ ŰŁَقْ۱َŰŁُ Űčَلَيْهِ، وَŰŁَمْŰłَŰ­ُ Űčَنْهُ ŰšِيَŰŻِهِ، ۱َŰŹَۧۥَ Űšَ۱َكَŰȘِهَۧ»

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam sedang sakit, maka baginda membacakan untuk dirinya sendiri al-mu’awwidzat (surat-surat Al-Qur’an dan doa-doa perlindungan) lalu meniupkannya pada diri baginda sendiri. Namun ketika sakit baginda telah parah, sayalah yang membacakan al-mu’awwidzat untuk baginda, lalu saya (tiupkan bacaan tersebut ke tangan baginda dan) usapkan tangan baginda ke badan baginda, dengan mengharap keberkahan tangan baginda.”(HR. Muslim no. 2192)

Catatan: Surat Al-Falaq dan surat An-Nas disebut al-mu’awwidzatain (dua surah yang member perlindungan). Seorang sahabat juga pernah menyembuhkan kepala suku yang terkena sengatan haiwan berbisa dengan bacaan Al-Fatihah, seperti disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. Dalam hadits shahih disebutkan:

Űčَنْ ŰčَۧۊِŰŽَŰ©َ، ۱َ۶ِيَ Ű§Ù„Ù„َّهُ Űčَنْهَۧ قَŰ§Ù„َŰȘْ: «ÙƒَŰ§Ù†َ ۱َŰłُولُ Ű§Ù„Ù„َّهِ Ű”َلَّى Ű§Ù„Ù„Ù‡ُ Űčَلَيْهِ وَŰłَلَّمَ Ű„ِŰ°َۧ ŰŁَوَى Ű„ِلَى فِ۱َۧێِهِ، نَفَŰ«َ فِي كَفَّيْهِ Űšِقُلْ هُوَ Ű§Ù„Ù„َّهُ ŰŁَŰ­َŰŻٌ وَŰšِŰ§Ù„ْمُŰčَوِّŰ°َŰȘَيْنِ ŰŹَمِيŰčًۧ، Ű«ُمَّ يَمْŰłَŰ­ُ Űšِهِمَۧ وَŰŹْهَهُ، وَمَۧ ŰšَلَŰșَŰȘْ يَŰŻَŰ§Ù‡ُ مِنْ ŰŹَŰłَŰŻِهِ» قَŰ§Ù„َŰȘْ ŰčَۧۊِŰŽَŰ©ُ: «Ùَلَمَّۧ ۧێْŰȘَكَى كَŰ§Ù†َ يَŰŁْمُ۱ُنِي ŰŁَنْ ŰŁَفْŰčَلَ Ű°َلِكَ Űšِهِ»

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam berbaring di tempat tidurnya untuk tidur, maka beliau membaca surat Al-Ikhlas dan dua surat Al-Mu’awidzatain (Al-Falaq dan An-Nas) lalu meniupkannya kepada kedua telapak tangan baginda, lalu baginda mengusapkan kedua telapak tangannya ke wajahnya dan seluruh anggota badannya yang boleh dijangkau dengan kedua tangannya. Tatkala baginda sakit keras, maka baginda memerintahkan kepadaku untuk melakukan hal itu bagi baginda.”(HR. Bukhari no. 5748)

Doa Keempat

Dari Utsman bin Abil Ash Ats-Tsaqafi radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ia mengadukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam penyakit yang ia alami sejak ia masuk Islam. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda kepadanya:

«Ű¶َŰčْ يَŰŻَكَ Űčَلَى Ű§Ù„َّŰ°ِي ŰȘَŰŁَلَّمَ مِنْ ŰŹَŰłَŰŻِكَ، وَقُلْ Űšِۧ۳ْمِ Ű§Ù„Ù„Ù‡ِ Ű«َلًَۧ۫ۧ، وَقُلْ ŰłَŰšْŰčَ مَ۱َّۧŰȘٍ ŰŁَŰčُÙˆŰ°ُ ŰšِŰ§Ù„Ù„Ù‡ِ وَقُŰŻْ۱َŰȘِهِ مِنْ ŰŽَ۱ِّ مَۧ ŰŁَŰŹِŰŻُ وَŰŁُŰ­َۧ۰ِ۱ُ»

Letakkan tanganmu pada bagian tubuhmu yang sakit, kemudian bacalah bismillah (dengan nama Allah) sebanyak tiga kali, lalu bacalah doa berikut ini sebanyak tujuh kali:

ŰŁَŰčُÙˆŰ°ُ ŰšِŰ§Ù„Ù„Ù‡ِ وَقُŰŻْ۱َŰȘِهِ مِنْ ŰŽَ۱ِّ مَۧ ŰŁَŰŹِŰŻُ وَŰŁُŰ­َۧ۰ِ۱ُ

“Aku berlindung kepada Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan (penyakit) yang aku dapatkan dan aku khawatirkan.”

Utsman bin Abul Ash Ats-Tsaqafi berkata: “Aku pun mengerjakan pesan beliau tersebut sehingga Allah menghilangkan penyakitku. Maka aku senantiasa memerintahkan pesan tersebut kepada keluargaku dan orang-orang lain.” (HR. Muslim no. 2202, Abu Daud no. 3891, Tirmidzi no. 2080, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 7546, Ahmad no. 16268 dan Ibnu Hibban no. 2965)

Wallahu a’lam bish-shawab. Semoga bermanfaat.

Sunday, April 17, 2016

Sejarah Kemunculan Hadits Palsu Dan Sebab Terjadinya

Dr. Umar Falatah berkata tentang sejarah kemunculan hadits palsu di tengah-tengah kaum Muslimin,

“Kitab-kitab sejarah yang sangat perhatian kepada setiap kejadian, baik yang besar maupun yang kecil, tidak pernah mencatat untuk kita sebuah kejadian tertentu yang dapat kita jadikan tolak-ukur untuk menentukan awal timbulnya pemalsuan hadits. Paling tidak, semua hanya memberikan gambaran secara umum bahwa sebagian sahabat yang berumur panjang, juga para pembesar tabi’in, mulai tidak menerima semua hadits yang mereka dengar.” [Lihat Al-Wadh’u fil Hadits (I/180)]

Di antara hal yang menunjukkan awal mula terjadinya pemalsuan hadits adalah perkataan Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah,

“Para ulama hadits tadinya tidak menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata, ‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang menyampaikannya adalah seorang Ahlus Sunnah maka haditsnya diterima, tetapi bila yang menyampaikannya ahlul bid’ah maka haditsnya ditolak.” [Lihat Muqaddimah Shahih Muslim I/14)

Dari apa yang tampak bahwa sejarah tidak dengan jelas menyebutkan secara pasti bila pemalsuan hadits mulai terjadi, akan tetapi kalau boleh dikatakan maka mungkin fenomena pemalsuan hadits mulai merebak pada sepertiga akhir abad pertama hijriyah. [Lihat Al-Wadh’u fil Hadits (I/202)]

Adapun sebab terjadinya pemalsuan hadits adalah sebagai berikut:

1. Perbuatan kaum zindiq dan ilhad.

Kaum zindiq dan ilhad adalah orang-orang yang mengubah makna dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan makna yang rosak dan bertentangan dengan pokok dasar aqidah Islam. Mereka adalah orang-orang yang pura-pura Islam, akan tetapi sesungguhnya mereka adalah orang-orang kafir dan munafik yang sangat hasad dan benci terhadap Islam. Mereka ingin merosakkan Islam dari dalam dengan berbagai cara, diantaranya membuat hadits-hadits palsu yang jumlahnya sangat banyak, kemudian mereka sebarkan hadits-hadits tersebut atas nama Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Tujuan mereka tidak lain kecuali untuk merosakkan syari’at dan mempermainkan agama Allah, sekaligus menanamkan tasykik (keraguan) di hati kaum muslimin.

Hammad bin Zaid rahimahullah pernah berkata,

وَ۶َŰčَŰȘ Ű§Ù„ŰČَّنَۧۯِقَŰ© Űčَلَى ۱َŰłُولِ Ű§Ù„Ù„َّهِ Ű”َلَّى Ű§Ù„Ù„َّهُ Űčَلَيْهِ وَŰłَلَّم ŰŁَ۱ْŰšَŰčَŰ© ŰčَŰŽَ۱ ŰŁَلف Ű­َŰŻِÙŠŰ«

“Kaum zindiq telah memalsukan hadits atas nama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sebanyak 14000 hadits palsu.” [Lihat Al-Kifayah fi ‘Ilmir Riwayah (hal. 604) dan Al-Ba’itsul Hatsits (I/254)]

Ketika salah seorang zindiq yang bernama Abdul Karim bin ‘Auja’ akan dihukum mati oleh seorang penguasa Bashrah pada zaman khilafah Al-Mahdi pada tahun 160 H, ia berkata,

لَقَŰŻْ وَ۶َŰčْŰȘُ فِيْكُم ŰŁَ۱ْŰšَŰčَŰ© ŰŁÙ„Ù Ű­َŰŻٍيْŰ«, ۣۭ۱ِّم فِيْهَۧ Ű§Ù„Ű­َÙ„Ű§َل وَŰŁŰ­Ù„ فِيْهَۧ Ű§Ù„Ű­َ۱َم

“Sesungguhnya aku telah memalsukan hadits sebanyak pada kalian sebanyak 4000 hadits palsu, aku haramkan padanya perkara yang halal dan aku telah halalkan padanya perkara yang haram.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/254)]

Imam An-Nasa’i rahimahullah berkata berkata, “Para pendusta yang terkenal memalsukan hadits Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada empat orang: ‘Ibnu Abi Yahya di Madinah, al-Waqidiy di Baghdad, Muqathil bin Sulaiman di Khurasan dan Muhammad bin Sa’id di Syam yang terkenal dengan sebutan Al-Mashlub (orang yang disalib).” [Lihat Adh-Dhu’afa wal Matrukin (hal. 310)]

2. Sikap ta’ashshub (fanatik) terhadap negara, bahasa, atau golongan tertentu.

Adapula kaum yang memalsukan hadits disebabkan mengikuti hawa nafsu, kemudian mereka mengajak manusia mengikutinya dengan meyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah. Seperti ta’ashshub madzhabiyah (fanatik terhadap mazhab tertentu), golongan, atau firqah dan kelompoknya, kabilah atau suku-sukunya, negerinya atau bahasanya dan lain-lain.

Sebagai contoh, hadits palsu yang dibuat oleh orang-orang yang fanatik kepada imam tertentu,

يَكُوْنُ مِنْ ŰŁُمَّŰȘِي ۱َŰŹُلٌ يُقَŰ§Ù„ُ لَهُ مُŰ­َمَّŰŻٌ Űšْنُ Ű„ِŰŻْ۱ِيْŰłَ ŰŁَ۶َ۱ُّ Űčَلَى ŰŁُمَّŰȘِيْ مِنْ Ű„ِŰšْلِيْŰłَ وَيَكُوْنُ مِنْ ŰŁَمَّŰȘِيْ ۱َŰŹُلٌ يُقُŰ§Ù„ُ لَهُ ŰŁَŰšُوْ Ű­َنِيْفَŰ©َ هُوَ Űłِ۱َۧۏ ŰŁُمَّŰȘِيْ

“Akan ada dari kalangan ummatku seorang yang bernama Muhammad bin Idris (yakni Imam Asy-Syafi’i), dia lebih berbahaya bagi ummatku daripada iblis. Dan akan ada di kalangan ummatku seorang yang bernama Abu Hanifah, dia adalah lampu penerang bagi ummatku.” [Lihat Al-Maudhu’at (II/49)]

Dan sebuah hadits palsu yang dibuat oleh orang-orang yang fanatik terhadap bahasanya, seperti hadits yang dibuat oleh orang-orang Persia berikut ini,

Ű„ِنَّ كَلَŰ§Ù…َ Ű§Ù„َّŰ°ِيْنَ Ű­َوْلَ Ű§Ù„ْŰčَ۱ْŰŽِ ŰšِŰ§Ù„ْفَۧ۱ِŰłِيَّŰ©ِ، وَŰ„ِنَّ Ű§Ù„Ù„Ù‡َ Ű„ِŰ°َۧ ŰŁَوْŰ­َى ŰŁَمْ۱ًۧ فِيْهِ لَيْنٍ ŰŁَوْŰ­َŰ§Ù‡ُ ŰšِŰ§Ù„ْفَ۱ِŰłِيَّŰ©ِ، وَŰ„ِŰ°َۧ ŰŁَوْŰ­َى ŰŁَمْ۱ًۧ فِيْهِ ŰŽِŰŻَّŰ©ٍ ŰŁَوْŰ­َŰ§Ù‡ُ ŰšِŰ§Ù„ْŰčَÙ€Ű±َŰšِيَّŰ©ِ

“Sesungguhnya bahasa para Malaikat yang berada di sekitar ‘Arsy adalah bahasa Persia. Dan apabila Allah mewahyukan sesuatu hal yang sifatnya lembut maka Dia mewahyukannya dengan bahasa Persia. Namun jika wahyu itu bersifat keras maka (Allah) menggunakan bahasa Arab.” [Lihat Tanzihusy Syari’ah (I/136)]

Selain itu, ada juga seorang yang bernama Maisarah bin ‘Abdi Rabbih. Dia telah mengaku bahwa dia membuat tujuh puluh hadits palsu atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan-keutamaan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. [Lihat Musthalahul Hadits (hal. 40)]

Oleh kerana itu, para ulama telah war-war kepada kita untuk mewaspadai hadits-hadits yang sampai kepadanya, kerana tidak semua hadits itu datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana ‘Abdullah bin Yazid Al-Muqri rahimahullah –guru Imam Malik– pernah berkata: “Seorang ahli bid’ah yang sudah bertaubat dari bid’ahnya berkata,

ŰŁُÙ†Ű·ُ۱ُÙˆŰ§ هَŰ°َۧ Ű§Ù„Ű­َŰŻِÙŠŰ« مِمَّن ŰȘَŰŁŰźُŰ°ُوْنَهُ, فَŰ„ِنَّۧ كَنَۧ Ű„ِŰ°َۧ ۱َŰŁَيْنَۧ ۱َŰŁÙŠًۧ ŰŹَŰčَلْنَŰ§Ù„َهُ Ű­َŰŻِŰ«ًۧ

“Perhatikanlah hadits itu dari siapa kamu mengambilnya! Kerana sesungguhnya kami dahulu, apabila berpendapat dengan satu pendapat, maka kami jadikan pendapat kami itu sebagai satu hadits.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/257)]

Telah berkata ‘Abdullah bin Lahi’ah (wafat thn. 174 H), aku telah mendengar seorang syaikh dari khawarij yang setelah taubat dan ruju’ berkata,

Ű„ِنَّ هَŰ°ِهِ Ű§Ù„ŰŁَŰ­َŰ§ŰŻÙŠِŰ« ŰŻِين, فَŰ§Ù†Űžُ۱ُÙˆŰ§ Űčَمَّن ŰȘَŰŁŰźُŰ°ُونَ ŰŻِينَكُم, فَŰ„Ù†َّۧ كَنَۧ ۧ۰َۧ Ù‡ÙˆÙŠÙ†Ű§ ŰŁَÙ…Ű±ًۧ Ű”ÙŠŰ±Ù†Ű§Ù‡ Ű­َŰŻِÙŠŰ«ًۧ

“Sesungguhnya hadits-hadits ini adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agama kamu! Kerana sesungguhnya kami dahulu, apabila kami condong kepada satu urusan (maksudnya faham atau pendapat yang cocok dengan bid’ah mereka), niscaya kami jadikan urusan itu sebagai satu hadits (yakni kami palsukan menjadi sebuah hadits).” [Lihat Al-Kifayah min ‘Ilmir Riwayah (hal. 163) dan Muqaddimah Al-Maudhu’at Ibnul Jauzi (hal. 38-39)]

3. Kaum yang memalsukan hadits, yang menurut persangkaan mereka baik. 

Mereka membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan amal, targhib wat tarhib (anjuran dan larangan), dan lain-lain. Anehnya, mereka tidak merasa keberatan bahkan membolehkannya dengan mengharapkan ganjaran dari Allah Jalla wa ‘Ala. Dan apabila mereka diingatkan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ كَŰ°َŰšَ Űčَلَيَّ مُŰȘُŰčُمِّŰŻًۧ فَلْيَŰȘَŰšَوَّŰŁْ مَقْŰčَŰŻَŰ©ُ مِنَ Ű§Ù„Ù†َّۧ۱ِ

“Barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaklah dia mempersiapkan tempat duduknya di Neraka.” [Hadits shahih, diriwayatkan oleh Bukhari (I/7, 35, 36; II/81 dan IV/145, 157) dan Muslim (I/7, 8), Ahmad (I/83, 321; II/22, 103, 104, 159, 203, 214 dan IV/47, 50, 106, 252), Ibnu Majah (no. 31, 34, 36), Abu Dawud (no. 3651) dan Tirmidzi (IV/142, 147), dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Kemudian mereka berkata, “Kami tidak berbohong untuk merusak nama atau syari’at Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, akan tetapi kami berbohong untuk membela baginda shallallahu’alaihi wa sallam.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini menunjukkan alangkah sempurnanya kejahilan mereka dan sedikitnya akal mereka serta begitu banyaknya dosa dan kebohongan mereka. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak butuh kepada orang lain untuk kesempurnaan syari‘at dan keutamaannya. Mereka ini umumnya kaum yang menyandarkan diri mereka kepada zuhud dan sufi.” [Lihat Al-Maudhu’at (I/37-47), Al-Madkhal (hal. 51-59), Adh-Dhu‘afa’ (I/62-66 dan 85), Majmu‘ Fatawa (XVIII/46), Al-Ba’itsul Hatsits (I/263), Syarh Nukhbatul Fikr (hal. 84-85), dan Mizanul I’tidal (II/644)]

4. Qashshash (para tukang cerita atau tukang dongeng).

Adanya orang-orang yang memiliki hobi bercerita dan memberi nasihat, namun kurang bekal ilmu pada akhir zaman khilafah, dan semakin banyak pada zaman setelahnya. Mereka memalsukan hadits dalam cerita-cerita mereka demi wang dan supaya orang-orang yang mendengarnya kagum kepada mereka. [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/258) dan Al-Maudhu’at (I/46)]

5. Perselisihan politik.

Akibat terjadinya gejolak politik, muncullah banyak kelompok yang masing-masing ingin menguatkan kelompoknya meskipun dengan jalan memalsukan hadits. Kelompok yang paling banyak melakukan hal ini adalah Syi’ah.
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang Syi’ah dan beliau berkata, “Jangan bicara dengan mereka, juga jangan meriwayatkan hadits dari mereka karena mereka adalah kaum pendusta.” [Lihat Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah (I/16)]

Hammad bin Salamah rahimahullah berkata, “Telah mengabarkan kepadaku seorang syaikh dari Rafidhah (Syi’ah), sesungguhnya mereka berkumpul (bersepakat) untuk memalsukan hadits-hadits.” [Lihat Al-Ba’itsul Hatsits (I/257)]

6. Kaum yang memalsukan hadits demi kepuasan hawa nafsu para penguasa dan untuk mendekatkan diri kepada mereka.

Di antara kalangan ulama, ada sebagian ulama berhati jahat yang membeli kehidupan dunia dengan akhirat. Mereka ‘menjilat’ penguasa dengan mendatangkan fatwa, pendapat dan hadits palsu untuk menyenangkan penguasa tersebut. Sebagaimana pernah dilakukan oleh Ghiyats bin Ibrahim ketika dia datang menemui Al-Mahdi, seorang pemimpin Bani Abbasiyyah. Saat itu Al-Mahdi sedang bermain-main dengan burung merpati, kemudian ada yang berkata, “Sampaikanlah sebuah hadits kepada ‘amirul mukminin.”

Lantas dia menyebutkan sanad dan membuat hadits palsu atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa baginda bersabda, “Tidak boleh mengadakan perlombaan, kecuali dalam bidang panah-memanah, naik unta dan kuda, serta bermain burung.”
Kemudian Al-Mahdi pun memberinya 10 ribu dirham. Namun ketika Ghiyats pergi, Al-Mahdi berkata, “Saya bersaksi bahwa engkau adalah seorang pendusta atas nama Rasulullah.”
Selanjutnya dia berkata, “Sayalah yang membuatnya melakukan hal itu.” Kemudian Al-Mahdi menyembelih burungnya tersebut. [Lihat Al-Maudhu’at I/42, Al-Ba’itsul Hatsits (I/261), An-Nukat ‘ala Nuzhatin Nazhar (hal. 119-120), Musthalah Hadits (hal. 38-39)]

Syaikh ‘Ali Hasan Al-Halabi memberi komentar yang amat bagus terhadap kisah ini, “Aduhai, apakah gerangan dosa si burung merpati? Seandainya yang dibunuh adalah si pendusta tersebut (yakni Ghiyats bin Ibrahim), nescaya itulah yang paling tepat.” [Lihat An-Nukat ‘ala Nuzhatin Nazhar (hal. 120)]

7. Perbezaan pendapat dalam masalah akidah dan fiqih.

Ada berbagai golongan yang sangat fanatik terhadap golongannya masing-masing. Sehingga ada diantara mereka yang sampai berani memalsukan hadits demi mendukung pendapat golongan mereka. Sebagai contoh adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya: “Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya setelah ruku’ maka tidak ada solat baginya.” [Lihat Al-Maudhu’at (II/197)]

Ciri-Ciri Hadits Palsu

Para ulama ahli hadits telah menetapkan beberapa kaidah dan ciri-ciri untuk mengetahui kepalsuan suatu hadits. Dan ciri-ciri ini dibagi menjadi dua:

Pertama, dilihat dari sisi sanad.

Ada banyak hal yang dapat digunakan untuk mengetahui kepalsuan suatu hadits dilihat dari sisi sanadnya, diantaranya adalah:
1. Salah satu perawinya adalah seorang pendusta dan hadits itu hanya diriwayatkan olehnya. Selain itu, tidak ada seorang perawi terpercaya yang meriwayatkan hadits itu darinya.

2. Orang yang memalsukan hadits tersebut mengakui perbuatannya memalsukan hadits, seperti yang diakui oleh Abdul Karim bin Abi Auja’ yang mengaku telah memalsukan 4000 hadits.

3. Terbongkarnya kedustaan orang yang meriwayatkan hadits tersebut. Imam Al-‘Iroqi berkata, “Seperti orang yang menceritakan sebuah hadits, dia mengaku bahwa dia mendengarnya dari seorang syaikh pada tahun sekian, padahal syaikh tersebut telah meninggal dunia pada tahun sebelumnya. Dan hadits itu hanya diriwayatkan darinya saja.” [Lihat At-Taqyid wal Idhah (hal. 110)]

4. Adanya bukti kuat yang menunjukkan bahwa perawi hadits tersebut adalah seorang pendusta. Misalkan kenyataan bahwa dia adalah seorang Syi’ah yang fanatik kepada golongannya, kemudian dia meriwayatkan hadits yang mencela para sahabat dan mengagungkan ahlul bait.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,“Bahwa bila sanad hadits itu shahih dapat diterima. Namun, bila tidak shahih maka harus ditinggalkan. Dinyatakan hubungan hadits dengan sanadnya seperti antara hubungan haiwan dengan kakinya.” [Lihat Syarh Shahih Muslim (I/88)]

Dan sejak zaman pemalsuan hadits berkembang di tengah masyarakat Muslim, sebelum para imam ahli hadits itu menerima suatu hadits, mereka terlebih dahulu melakukan kritik sanad (naqdu al-sanad). Atau istilah lain yang juga biasa dipakai untuk melakukan kritik sanad itu ialah kritik ekstern. Para sahabat dan tabi’in adalah yang pertama kali menyeleksi hadits, diantaranya adalah dengan berpegang teguh kepada sanad. [Lihat As-Sunnah Qabla At-Tadwin (hal. 219), Al-Manhal Rawi (hal. 33), dan Tadribur Rawi (I/63)]

Kedua, dilihat dari sisi matan.

Matan (مŰȘن) adalah kalam (perkataan) yang disampaikan oleh sanad yang terakhir. [Lihat Syarah Nukhbatul Fikr (hal. 40) dan Tadribur Rawi (I/28)]

Diantara hal penting yang dapat diketahui dari sisi matan adalah:

1. Susunan dan tata bahasanya buruk. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang dianugrahi kemampuan untuk meringkas kalimat dengan padat, jelas dan bermakna luas (jawami’ul kalim). Oleh sebab itu, setiap kalimat yang buruk tata bahasa dan susunannya, dipastikan bukan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun demikian, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata, “Buruknya tata bahasa (dalam menyampaikan hadits) tidak selamanya menunjukkan bahwa hadits itu palsu. Kerana diperbolehkan untuk meriwayatkan hadits dengan makna (yang sesuai dengan hadits tersebut). Namun jika perawi hadits itu mengatakan dengan tegas bahwa (hadits) ini adalah ucapan Rasulullah maka keburukan tata bahasanya menunjukkan kepalsuan (hadits)nya.” [Lihat An-Nukat ‘ala Kitab Ibnu Shalah (hal. 360)]

2. Makna haditsnya rosak. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnul Jauzi rahimahullah, “Jika engkau melihat ada sebuah hadits yang bertentangan dengan akal yang sihat atau bertentangan dengan nash (dalil) yang qath’i serta bertentangan dengan sebuah dasar hukum, ketahuilah bahwa itu adalah sebuah hadits palsu.” [Lihat Hadits Lemah dan Palsu (hal. 38)]

3. Haditsnya bertentangan dengan dalil Al-Qur’an dan As-Sunah yang shahih, dan hadits tersebut tidak mungkin untuk dibawa pada makna yang benar.

4. Haditsnya bertentangan dengan fakta sejarah pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

5. Haditsnya sesuai dengan madzhab dari perawinya, dan diketahui bahwa perawi tersebut adalah orang yang sangat fanatik terhadap mazhabnya.

6. Hadits tersebut seharusnya diriwayatkan oleh banyak orang, kerana hadits itu disampaikan disebuah tempat yang didengar oleh banyak orang dan merupakan sebuah perkara besar. Namun, ternyata tidak ada yang meriwayatkan hadits tersebut kecuali darinya saja.

7. Hadits yang menunjukkan adanya pahala besar untuk sebuah amal perbuatan yang kecil. Atau hadits yang menyebutkan tentang ancaman yang begitu dahsyat atas sebuah dosa yang kecil. Hadits-hadits semacam ini banyak dijumpai dikalangan tukang cerita dan kaum sufi.

8. Hadits itu terdapat dalam sebuah kitab atau buku tanpa disebutkan siapa yang meriwayatkannya dan juga tanpa disebutkan sanadnya. Padahal sanad adalah tolok-ukur diterima atau ditolaknya suatu hadits. Sebagaimana dikatakan oleh Imam ‘Abdullah bin Mubarak rahimahullah, “Sanad adalah bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad maka semua orang akan berbicara semaunya.” [Lihat Muqaddimah Shahih Muslim (I/15)]
Untuk lebih jelasnya, silakan merujuk pada kitab Al-Manarul Munif fish Shahih wadh Dha’if, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.

Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Muraja’ah: Ustaz Ammi Nur Baits

Rujukan :

1. Al-Ba’itsul Hatsits Syarh Ikhtishar ‘Ulumil Hadits, AL-Hafizh Ibnu Katsir, cetakan Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.

2. Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, Imam Abi Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm, cetakan Darul Afaq Al-Jadidah, Beirut.

3. Al-Maudhu’at min Al-Ahaditsil Marfu’at, Ibnul Jauzi, cetakan Adhwa’us Salaf, Riyadh.

4. Al-Wadh’u fil Hadits, Dr. ‘Umar Hasan Falatah, cetakan Maktabah Al-Ghazali, Damaskus.

5. As-Sunnah Qabla At-Tadwin, Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib, cetakan Maktabah Wahbah, Kairo.

6. As-Sunnah wa Makanatuha fit Tasyri’ Al-Islami, Mushthafa As-Siba’i, cetakan Al-Maktab Al-Islami, Damaskus.

7. Ensiklopedi Amalan Sunnah di Bulan Hijriyyah, Abu ‘Ubaidah Yusuf As-Sidawi dan Abu ‘Abdillah Syahrul Fatwa, cetakan Pustaka Darul Ilmi, Bogor.

8. Fathul Bari bi Syarh Shahih Bukhari, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, cetakan Darul Hadits, Kairo.

9. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf.

10. Irwa’ul Ghalih fi Takhriji Ahadits Manaris Sabil, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cetakan Al-Maktab Al-Islami, Beirut.

11. Manzilatus Sunnah fit Tasyri’ Al-Islami, Muhammad Aman bin ‘Ali Al-Jami, cetakan Darul Minhaj, Kairo.

12. Musthalahul Hadits, Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Daar Ibnul Jauzi, Riyadh.

13. Penolakan M. Quraish Shihab Terhadap Hadits Keberadaan Allah (Sebuah Tinjauan Kritik Hadits), Sofyan Hadi bin Isma’il Al-Muhajirin, skripsi kelulusan sarjana Fakultas Tafsir Hadits UIN, Bandung.

14. Qawa’idut Tahdits, Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi, cetakan Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, Beirut.

15. Shahih Muslim, Imam Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, cetakan Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, Beirut.

16. Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cetakan Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.

17. Sunan Ibnu Majah, Abi ‘Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Qazwini (Ibnu Majah), cetakan Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.

18. Syarh Manzhumah Al-Baiquniyyah, Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Maktabah Al-‘Ilmu, Kairo.

19. Syarh Nukhbatul Fikr fi Musthalah Ahlil Atsar, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaniy, cetakan Darul Mughniy, Riyadh.

20. Syarhus Sunnah, Imam Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Khalaf Al-Barbahari, cetakan Maktabah Darul Minhaj, Riyadh.

21. Tadribur Rawi, Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuthi, cetakan Daar Thaybah, Riyadh.

22. Taisir Musthalahul Hadits, Mahmud Ath-Thahhan, cetakan Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.

23. Takhrijul Ihya’ ‘Ulumuddin, Al-Hafizh Abi Fadhl Zainuddin ‘Abdurrahman bin Husain Al-‘Iroqi, cetakan Maktabah Daar Thabariyyah, Riyadh.

24. Tamamul Minnah fit Ta’liq ‘ala Fiqhus Sunnah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cetakan Daar Ar-Rayah, Riyadh.

25. Taqribut Tahdzib, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, cetakan Baitul Afkar Ad-Dauliyyah, Riyadh.

26. Dan kitab-kitab lain.